Sunday 2 November 2014

Frequency Control - Part IV


Karakteristik governor: Isochronous vs Speed droop

Isochronous Governor:
Governor dengan karakteristik Isochronous berarti bekerja pada mode constant speed. Secara skematik, mode ini ditunjukkan oleh gambar 6 dan responnya ditunjukkan dalam gambar 7. Jika ada rotor speed (kecepatan rotor yang juga merepresentasikan frekuensi aktual) ωr berbeda dengan speed refference ω0, maka aka timbul error speed (speed deviation) sebesar Δωr. Sinyal error tersebut akan dikuatkan sebesar K dan diintegrasikan untuk menghasilkan sinyal kontrol ΔY; untuk nantinya digunakan untuk input aktuator sistem suplai fluida. Karena menggunakan integrator type controller, aksi pengontrolan akan selesai apabila sudah dicapai nilai steady state yang baru; atau dengan kata lain Δωr = 0. Mode ini hanya cocok digunakan dalam kasus single generator, lebih lanjut baca Link.


Pada gambar 7, dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika beban listrik (Pe) mengalami kenaikan, maka frekuensi sistem akan turun; dimana hal ini akan terlihat jelas pada penurunan rotor speed ωr. Dengan adanya sinyal error Δωr, maka suplai fluida kerja akan dinaikkan sehingga daya mekanik (Pm) naik. Penambahan daya mekanik akan menurunkan laju deselerasi dan mengembalikan rotor speed ke nilai awalnya ω0.


Speed Droop:
Karakteristik ini digunakan untuk mengatasi kelemahan mode isochronous, sehingga mode ini sangat aplikatif di sistem grid. Skema pengontrolannya ditunjukkan dalam gambar 8. Skema ini hampir mirip dengan pengontrolan Isochronous dengan penambahan proportional gain 1/R. Gambar 9 menunjukkan respon dari mode speed droop. Tidak seperti Isochronous, speed droop memiliki error steady state. Untuk mengembalikan frekuensi ke nilai nominalnya, maka diperlukan step tambahan. Hal ini akan dibahas dalam bagian 5.


Droop:
Droop didefinisikan sebagai prosentase deviasi kecepatan atau deviasi frekuensi terhadap perubahan posisi control valve atau daya keluaran.
Droop 5% berarti:
Jika terjadi deviasi frekuensi sebesar 5%, maka akan terjadi perubahan daya keluaran sebesar 100%.




Karakteristik regulasi frekuensi dalam sistem daya:
Sebagaimana diketahui, apabila sistem daya berada pada kondisi steady state dan kemudian terjadi perubahan beban, misal penambahan beban; maka akan terjadi deviasi frekuensi yang dalam ini penurunan frekuensi sistem. Besarnya deviasi ini tentu saja ditentukan oleh besarnya perubahan beban dan juga variable-variabel dalam sistem daya tersebut. Dalam konteks ini, variable-variabel ersebut berfungsi untuk ‘memperkecil’ besarnya deviasi frekuensi; secara kasar dapat disebut sebagai variable damping, yaitu terdiri dari inersia sistem pembangkit M dan damping factor beban D. Semakin besar inersia dan damping factor, untuk perubahan beban yang sama; maka deviasi frekuensinya semakin kecil. Dalam sistem yang luas, keadaan ini ditunjukkan pada gambar 10.

Di sisi lain, karakteristik power/frequency pada keseluruhan sistem bergantung pada nilai speed-droop dari tiap unit pembangkit dan damping factor pada beban D; hal ini dituliskan secara sistematis pada persamaan di bawah. Hal ini menjelaskan rangkaian kejadian sebagai berikut 



  • suatu sistem yang terdiri dari n buah pembangkit; dengan nominal daya dan speed-droop yang berbeda
  • damping factor beban secara keseluruhan sebesar D
  • sistem mengalami perubahan beban sebesar ΔPL
  • maka deviasi frekuensinya sebesar Δfss
Dari persamaan di atas, muncul istilah baru yang disebut dengan composite frequency response characteristic atau yang lebih dikenal dengan stiffness β, dengan satuan MW/Hz. 

Adalah istilah paling umum untuk menyatakan berapa perunahan MW yang dibutuhkan untuk mengubah frekuensi sebesar 1 Hz. Jika suatu sistem 50Hz memiliki stiffness sebesar 400MW/Hz; jika beban turun sebesar 400MW, maka frekuensi sistem akan naik menjadi 51Hz.
To be continued to part V

Malang, Nov 2nd 2014 12:56

Frequency Control - Part III



Dasar-dasar Speed Governing System


Dari bagian 1 dan 2, kita telah mempelajari latar belakang perlunya frequency control. Dalam bagian ini, akan dibahas sedikit mendetail tentang bagaimana peranan Governor dalam mengontrol frekuensi atau istilahnya Speed Governing System. Diagram Speed Governing System ditunjukkan dalam gambar 5.




Respon Generator terhadap perubahan beban elektrik
Pada keadaan setimbang, daya mekanik turbin Pm sama dengan daya elektrik Pe (Pm = Pe). Apabila diekspresikan dalam persamaan torsi, maka Tm = Te. Apabila beban listrik PL berubah, dengan mengabaikan rugi transmisi, maka daya elektrik Pe juga akan berubah. Dengan kata lain, torsi elektrik Te berubah sedangkan torsi mekanik Tm tetap. Adanya selisih antara torsi mekanik dan torsi elektrik disebut dengan torsi akselerasi Ta, suatu parameter yang akan menyebabkan terjadinya variasi kecepatan.
Dari sudut pandang ini, daya mekanik turbin hanya tergantung pada posisi governor saja, tidak tergantung pada frekuensi.

Respon beban elektrik terhadap perubahan frekuensi
Dalam tulisan terdahulu, telah disinggung tentang beban komposit. Dalam sistem daya elektrik, beberapa beban seperti pemanas dan lampu adalah contoh beban yang tidak tergantung frekuensi. Namun, motor elektrik adalah salah satu beban yang terpengaruh oleh frekuensi. Persamaan berikut menunjukkan frequency-dependent characteristic dari beban komposit: 
 
Dengan D adalah posentase perubahan beban terhadap 1% perubahan frekuensi. D = 3 berarti perubahan 1% frekuensi akan diikuti oleg perubahan 3% beban.

Tanpa adanya speed governor, perubahan beban terhadap sistem daya elektrik hanya dipengaruhi oleh konstanta inersia dan konstanta damping. Adanya deviasi kecepatan akan menimbulkan deviasi beban diakibatkan beban-beban yang tergantung dengan frekuensi.

To be continued to part IV

Malang, Nov 2nd 2014 12:52

Thursday 26 June 2014

Frequency Control - Part II


Dalam bahasan sebelumnya, ditekankan bahwa turbin akan berekasi dengan adanya perubahan frekuensi. Jika frekuensi naik, maka daya turbin akan dikurangi. Jika frekuensi turun, maka daya turbin akan dinaikkan. Hal ini terlihat jelas pada gambar 2, yang disebut Generation Characteristic. Sampai di sini, karakteristik tersebut kita asumsikan selalu linier. Namun dalam aplikasinya tidaklah demikian karena sistem pembangkit (turbin, atau sistem pembakaran) dibatasi oleh banyak variabel.

Spinning reserve:
Secara teori, jika frekuensi sistem turun maka daya turbin akan dinaikkan. Hal ini akan berlaku apabila pembangkit dalam keadaan underloaded (dibebani tidak penuh; beban parsial). Jika generator dibebani maksimum dan di waktu yang sama terjadi penurunan frekuensi sistem, maka turbin tidak akan bereaksi menaikkan daya. Ini artinya sistem pembangkit tidak akan dapat melakukan aksi Frequency Control.

Dari deskripsi di atas, jelas sekali bahwa kemampuan sistem dalam melakukan Frequency Control sangat bergantung pada pembangkit-pembangkit yang dioperasikan dalam keadaan underloaded. Secara kasar, dikatakan bahwan sistem daya listrik harus memiliki ‘cadangan’ daya; jika terjadi penurunan frekuensi, ‘cadangan’ daya tersebut dapat langsung diberikan ke sistem. ‘Cadangan’ daya tersebut dikenal sebagai Spinning Reserve (cadangan putar; mohon koreksi). Spinning Reserve didefinisikan sebagai selisih rating nominal daya listrik semua pembangkit dengan nilai pembebanan yang sebenarnya. Hal ini meneyebabkan Generation Characteristic menjadi tidak linier karena keterbatasan daya maksimum pembangkit sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 3.



Dalam suatu sistem daya yang besar, pasti akan melibatkan pembangkit dalam jumlah banyak dan saluran transmisi yang bervariasi. Jika fluktuasi frekuensi terjadi, misalkan penurunan frekuensi; maka harus diyakinkan bahwa tidak ada saluran transmisi yang overload karena pembangkit yang terkoneksi melakukan aksi Frequency Control. Dengan demikian, pemilihan dan penempatan pembangkit yang melakukan aksi Frequency Control haruslah cermat agar overload pada saluran transmisi tidak terjadi. Gambar 4 menunjukkan perbedaan respon pembangkit dengan perbedaan Generating Characteristic.


Pada gambar 4a, kedua pembangkit dalam keadaan underloaded yaitu P1 dan P2. Pada saat keadaan normal, frekuensi sistem adalah fo. Pada saat frekuensi sistem turun menjadi f1, maka kedua pembangkit akan melakukan aksi Frequency Control dengan cara menaikkan daya hingga Pmax1 dan Pmax2.

Pada gambar 4b, pembangkit pertama dalam keadaan full-loaded yaitu P1 = Pmax1; sedangkan pembangkit kedua dalam keadaan underloaded yaitu P2. Pada saat keadaan normal, frekuensi sistem adalah fo. Pada saat frekuensi sistem turun menjadi f1, maka pembangkit kedua akan melakukan aksi Frequency Control dengan cara menaikkan daya hingga Pmax2; sedangkan pembangkit pertama tidak melakukan aksi Frequency Control.

Maka, pada sistem daya yang besar, ada pembangkit yang disetting pada mode full-loaded dan pembangkit lain pada mode underloaded. Tujuannya adalah untuk menjaga Spinning Reserve dari sebuah sistem.

To be continued to part III...

Paiton, June 26th 2014 05:21.

Saturday 21 June 2014

Frequency Control – Part I



Foreword
Disamping tegangan, frekuensi adalah salah satu besaran yang dikendalikan secara ketat dalam sebuah sistem daya listrik. Hal ini dikarenakan frekuensi adalah salah satu indikator kualitas dan kesehatan sebuah sistem daya listrik. Adanya fluktuasi frekuensi akan menyebabkan kerugian di semua pihak, baik itu konsumen maupun pihak pembangkitan dan sistem jaringan (network). Bagi konsumen, peralatan akan bekerja di daerah frekuensi yang tidak optimal sehingga akan menurunkan efisiensi peralatan. Bagi sistem pembangkitan, fluktuasi frekuensi akan mempengaruhi sistem auxiliary dan stabilitas sistem pembangkitan.  Sedangkan untuk sistem jaringan (network), akan mempengaruhi aliran daya serta stabilitas sistem secara keseluruhan.

Dalam suatu sistem daya listrik, frekuensi dan daya aktif adalah dua besaran yang saling tergantung. Mengatur daya aktif adalah mengatur frekuensi, begitu pula sebaliknya. Karena pegaturan frekuensi melibatkan daya aktif (satuan Watt), maka pengaturan frekuensi akan erat hubungannya dengan turbin. Mengatur daya turbin adalah dengan mengatur fluida kerja (water, steam, gas) yang tentu saja akan berhubungan erat dengan governor (control valve CV dan stop valve SV) serta sistem pembakarannya. Dengan demikian pengaturan frekuensi merupakan suatu materi yang cukup kompleks.

Dasar Frequency Control: Frekuensi dan Daya Aktif
Sebagaimana telah disinggung di atas, pengaturan frekuensi sangat erat dengan pengaturan daya aktif. Gambar 1 di bawah akan menunjukan penyederhanaan hubungan frekuensi dengan daya aktif. Pada gambar 1a, jika daya yang dibangkitkan oleh sistem pembangkit sama dengan daya yang dibutuhkan beban (rugi transmisi diabaikan), maka frekuensi akan berada pada posisi nominal. Dalam sistem daya listrik kita, frekuensi akan berada tepat di 50 Hz.


Gambar 1b menunjukkan keadaan pada saat sistem pembangkit menghasilkan daya lebih besar daripada daya yang dibutuhkan beban, maka frekuensi sistem akan naik. Keadaan sebaliknya terjadi di gambar 1c, daya yang dibutuhkan beban lebih besar daripada daya yang dibangkitkan oleh sistem pembangkit sehingga frekuensi akan turun.

Frequency control harus bekerja secara benar pada keadaan di gambar 1b dan 1c, untuk mengembalikannya ke kadaan seperti di gambar 1a. Pada kondisi 1b, turbine harus mengurangi suplai daya. Sedangkan pada kondisi 1c, turbin harus menambah suplai daya.

Namun sistem daya listrik umumnya mencakup wilayah yang sangat luas dan melibatkan jumlah pembangkit yang sangat banyak, sistem transmisi yang panjang, dan titik beban yang banyak pula. Dengan demikian, frequency control akan dilakukan dengan beberapa metode yang berbeda untuk menghasilkan respon yang cepat dan stabil serta aman.

Karakteristik Sistem Pembangkitan
Dalam dasar frequency control di atas, disebutkan bahwa turbin harus menambah atau mengurangi daya untuk mengembalikan frekuensi sistem pada kondisi normal. Pada gambar 2, ditunjukkan karakteristik sistem pembangkitan sebagai respon adanya perubahan frekuensi.



Pada gambar 2, dianalogikan dalam sistem daya terdapat dua pembangkit, yaitu pembangkit daya 1 dan pembangkit daya 2 dengan karakteristik yang berbeda. Jika pada suatu sistem daya terdapat penurunan frekuensi sebesar Δf karena ada penambahan beban sebesar ΔPT. Hal tersebut akan dirasakan oleh pembangkit 1 dan 2 dengan adanya penurunan frekuensi dengan besaran sama yaitu Δf, namun daya tambahan yang disumbang setiap pembangkit adalah berbeda bergantung pada karakteristinya (karakteristik ini akan dibahas lebih lanjut nantinya).  Dalam keadaan ini total daya yang disalurkan pembangkit meningkat dari keadaan awal, namun dengan frekuensi yang lebih rendah. Ini dapat dikatakan bahwa sistem berada dalam keadaan tidak sehat.

Maka disinilah peranan frequency control dimulai. Komponen-komponen yang tergabung dalam frequency control akan segera bekerja untuk mengembalikan frekuensi pada keadaan nominalnya (dengan nilai daya baru). Cara yang paling masuk akal adalah menambah bukaan governor agar fluida kerja yang masuk ke turbin bertambah. Dengan demikian, dalam aksinya, frequency control akan menambah daya keluaran pembangkit untuk menaikkan frekuensi, dari keadaan underfrequency menjadi keadaan nominal baru. Jelas bahwa respon governor dalam contoh di atas tidak dapat serta merta menstabilkan frekuensi. Akan ada langkah tambahan yang nantinya akan dijelaskan.

To be continued

Malang, 21 June 2014 18:45