Tuesday 22 December 2015

Insulation Resistance Test – Part II


 
Tegangan Injeksi pada Insulation Resistance Test (IRT)
Pada dasarnya, besarnya injeksi tegangan DC pada lilitan sebisa mungkin lebih rendah dari tegangan nominal operaasi mesin. Hal ini akan lebih sensitif ketika diaplikasikan pada mesin kecil, mesin tegangan rendah dan isolasi dalam keadaan lembab. Apabila tegangan terlalu tiggi, dikhawatirkan isolasi akan mengalami stress sehingga isolasi akan menjadi rusak. Tentu saja hal ini harus dihindari karena sifat dari IRT adalah non-destructive test (pengujian tidak merusak).
IRT biasanya dilakukan dengan menginjeksikan tegangan DC 500-10 000 volt. Tegangan yang diinjeksikan bervariasi berdasarkan tabel 1. Lama waktu injeksi yang digunakan adalh 1 menit. Sebagai catatan, tegangan lilitan berarti tegangan phase-to-phase untuk mesin 3 fasa, sedangkan untuk mesin satu fase atau DC berarti tegangan line-to-ground.
Table 1. Tabel Tegangan Injeksi untuk Berbagai Tegangan Operasi

Setelah IRT selesai dilakukan, sebaiknya winding digroundkan. Hal ini bertujuan untuk membuang muatan setelah injeksi tegangan DC (discharge current).

Polarization Index (PI) Test
Apabila IRT diaplikasikan lebih dari 1 menit sebagaimana prosedur biasa, maka kondisi isolasi yang berbeda akan memberikan karakteristik yang berbeda pula. Dengan kata lain, IRT lebih dari 1 menit dapat memberikan informasi mengenai kondisi isolasi dengan lebih spesifik. Dengan demikian, muncullah satu tes tambahan untuk melengkapi prosedur IRT yang disebut Polarization Index (PI). PI didefinisikan sebagai perbandingan antaara IRT10min terhadap IRT1min. Meskipun data yang digunakan pada kalkulasi adalah data pengukuran 1 menit dan 10 menit, namun data pada beberapa titik harus tetap dicatat. Data ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi tambahan (akan dibahas pada bagian selanjutnya). Data pengukuran yang direkomendasikan untuk dicatat adalah data pengukuran ke 15s, 30s, 45s, 1 min, 1.5 min, 2 min, 3 min, 4 min, 5 min, 6 min, 7 min, 8 min, 9 min dan 10 min. 

to be continued....

Paiton, 22 Dec 2015 19:59 

Sunday 6 December 2015

Insulation Resistance Test – Part I



Foreword
Meskipun energi elektrik memiliki fleksibilitas konversi yang praktis, namun bentuk energi ini memiliki bahaya yaang luar biasa. Dengan demikian, keberadaan energi ini harus diiosilasi dari lingkungan sekitarnya. Pengisolasian ini bertujuan tidak hanya untuk keselamatan manusia, namun juga bertujuan mengamankan suplai energi elektrik.
Isolasi elektrik (electrical insulation) atau nantinya akan dikenal dengan sebutan isolator, memiliki 3 bentuk utama yaitu padat, cair dan gas. Untuk mengetahui kualitas suatu isolator, tentunya perlu dibuat sebuah standar pengetesan agar dapat diterima secara universal.
Salah satu pengetesan isolator yang banyak dilakukan adalah Insulation Resistance Test (IR atau IRT) atau seringkali, untuk tujuan praktis, disebut sebagai Megger Test. Ini mengacu pada brand peralatan yang digunakan dalam pengetesan tersebut. Sebagian pembahasan kali ini akan didasarkan pada IEEE Std 43-2000 yang merupakan dasar dari IRT untuk mesin berputar (motor dan generator). Namun, untuk peralatan elektrik lain, biasanya diacu pada standar tersebut.

Teori Dasar IRT:
Berdasarkan IEEE Std 43-2000, Insulation resistaance didefinisikan sebagai kemampuan isolator listrik pada sebuah lilitan dalam menahan aliran arus DC. Dengan definisi lain, IR adalaah hasil bagi tegangan yang diinjeksikan ke sebuah isolator  dengan aarus bocor yang mengalir dalam tempo tertentu. Hal ini daat dipahami karena standar tersebut dibuat untuk mesin berputar dan menggunakan tegangan injeksi searah.

Apabila sebuah isolator diinjeksi dengan tegangan searah, karena ketidaksempurnaan isolasi, maka akan ada arus yang mengalir. Arus ini terdiri dari beberapa macam komponen, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1.
 
Gambar 1. Rangkaian Ekuivalen Isolator selama IRT


Pada gambar 1 ditunjukkan bahwa arus yang mengalir terdiri dari 4 buah komponen, yaitu:
1. Surface Leakage Current (IL)
Arus yang biasanya muncul pada permukaan lilitan stator atau konduktor dan struktur rotor. Komponen ini dicirikan dengan arus yang relatif konstan. Magnitudonya ditentukan oleh kelembaban dan banyaknya material konduktif yang berada di permukaan isolator.

2. Geometric Capacitive Current (IC)
Arus ini memiliki karakteristik dengan magnitudo tinggi, namun akan turun secara eksponensial selama periode injeksi. Nilai ini bergantung pada resistansi internal instrumentasi dan kapasitansi geometris sebuah isolator. Arus ini kebanyakan tidak mempengaruhi hasil pengukuran karena karakteristiknya.
3. Conduction Current (IG)
Adalah arus yang nilainya relatif konstan, yang mengalir dari bagian yang di-ground-kan ke struktur bertegangan (konduktor). Nilai arus ini bergantung pada material bonding yang digunakan pada isolasi. Material isolasi baru seperti poliester dan epoksi-mika memiliki IG relatif nol, kecuali jika kondisinya sangat lembab. Namun, jenis material isolator lama memiliki IG yang secara natural relatif lebih tinggi.

4. Absorbtion (Polarization) Current (IA)
Adalah arus yang mengalir pada isolatr sebagai akibat dari polarisasi molekul dan pergerakan elektron. Nilainya akan menurun hingga mendekati nol seiring dengan periode injeksi yang umumnya berlangsung antara 30 sekon hingga beberapa menit, dan magnitudnya ditentukan oleh material bonding yang ditentukan pada material isolasi.
IA ditentukan oleh 2 komponen, yaitu:
-   Polarisasi material karena molekul organik, yang akan berubah arah ketika terekspos dengan medan listrik searah. Karena material melalukan gaya balik, maka butuh beberapa saat agar arus polarisasi menjadi nol yang berarti molekul-molekul tersebut sudah berubah arah.
-   Pergerakan gradual dari elektron dan ion melalui molekul organik. Pergerakan ini akan berhenti ketika elektron dan ion tersebut terjebak di antara permukaan molekul.
 
Gambar 2. Karakteristik Komponen Arus pada Jenis Isolator Asphaltic-Mica
Keempat komponen arus tersebut akan menghasilkan arus total IT. Karakteristik keempat komponen arus dan resultannya ditunjukkan oleh gambar 2, dimana jenis isolasinya adalah asphaltic-mica.

To be continued...
 
Malang, 6 Dec 2015 08:28.

Saturday 31 October 2015

Sistem Eksitasi Generator Sinkron – Part IX (end)



AVR akan bekerja dalam performa maksimum (fully controlled) apabila berada pada mode automatic (auto). Pada mode ini, pada umumnya terdapat 3 sub-mode yang seringkali diterapkan pada suatu AVR, sebagaimana dijelaskan di akhir chapter 8. Kinerja dari ketiga sub-mode tersebut akan ditunjukkan oleh gambar 19 yang merupakan modifikasi dari gambar 18.
Karena mode auto cukup rumit, maka pada modulnya ditandai dengan 4 nodus. Pada gambar 19 ditunjukkan bahwa perbedaan ketiga sub-mode kontrol adalah pada penentuan nilai setpoint (nodus 1). Setelah menentukan setpoint, maka modul limiter dan modul-modul lain yang bekerja adalah sama. Maka pada bahasan selanjutnya, V-controller akan dibahas lebih banyak sedang Q dan PF-controller akan dibahas dengan porsi yang lebih sedikit.
 
Gambar 19. 3 Sub-mode Controller
Sub-mode Voltage Controller (V-Controller)
 Apabila sebuah AVR dipilih dalam mode AUTO, maka secara tidak langsung AVR akan bekerja sebagai Voltage Controller. V-controller  adalah mode default  dari sebuah AVR apabila diset pada mode AUTO. Nilai setpoint tegangan bisa didapat dari 3 sumber, yaitu:
-       Control room (Remote-AUTO)
-       AVR HMI (Local-AUTO)
-       Peralatan sinkronisasi otomatis
Dari ketiga sumber setpoint tersebut, peralatan sinkronisasi memiliki prioritas utama dibandingkan Remote/Local AUTO. Kondisi ini hanya berlangsung sesaat yaitu ketika sinkronisasi unit terhadap grid. Pada awal sinkronisasi, setpoint tegangan adalah 100%. Namun pada saat sinkronisasi, nilai ini akan naik atau turun sesuai kondisi grid. Hal ini mutlak harus dilakukan untuk memenuhi kriteria sinkronisasi. Nilai setpoint tegangan terakhir sesaat sebelum CB utama sinkron, dijadikan setpoint tegangan oleh sub-mode V-controller. Misal ketika CB sinkron dan setpoint tegangan menunjukkan 102%, maka unit melakukan ramping-up daya dengan setpoint tegangan 102% sampai operator melakukan manuver.
Setpoint yang berasal dari Remote/Local AUTO dapat dilakukan ketika proses sinkronisasi manual atau ketika unit sudah masuk ke grid. Namun, nilai setpoint tegangan jarang sekali dimanuver karena akan mempengaruhi nilai tegangan pada house load  dan juga nilai daya reaktif yang disuplai ke grid. Namun demikian, dalam beberapa kasus, perubahan setpoint tegangan dipandang perlu.
Pada mode V-Controller, maka nilai tegangan terminal generator dijaga pada nilai yang ketat. Namun, karena tegangan grid berubah-ubah setiap saat, maka nilai daya reaktif (Q) yang disalurkan oleh pembangkit ke grid juga akan berubah-ubah. Ada kalanya nilainya berubah dari sending menjadi receiving. Apabila Q bernilai negatif, kadang kala nilai ini tidak disukai. Dengan demikian, perlu adanya perubahan nilai setpoint tegangan untuk mengatasi masalah tersebut.
Dalam penentuan setpoint tegangan, agar sistem bekerja di nilai yang aman, maka range setpoint tegangan kadang kala dibatasi. Pada kondisi generator no-load, maka range setpoint tegangan masih cukup lebar misal 90-110%. Namun pada kondisi operasi grid, maka setpoint tegangan dibatasi pada nilai 95-105%.

Sub-mode Reactive Power Controller (Q-Controller)
Sub-mode Power Factor Controller (PF-Controller)
Q dan PF controller  adalah fitur tambahan pada AVR, dimana tidak semua AVR memiliki kemampuan untuk menjalankan mode ini. Terlebih lagi, apabila mode ini diterapkan, maka keberadaan OLTC pada GT Generator Tranformer  mutlak diperlukan. Jika Q atau PF controller  aktif, maka nilai Q dan PF akan dipertahankan konstan. Tentu saja, dalam kasus ini, nilai tegangan terminal generator akan sedikit naik turun namun dalam range yang diijinkan. Untuk menjaga tegangan terminal generator pada nilai yang diizinkan, kinerja OLTC sangatlah penting.

Kedua kontroler tersebut dapat diaktifkan apabila pembangkit sudah dalam keadaan sinkron dengan grid dan AVR dalam mode AUTO. Apabila salah satu saja tidak terpenuhi, maka kontroler tersebut tidak dapat diaktifkan. Dan terdapat beberap keadaan yang membuat kedua kontroler mengalami de-aktifaasi, sehingga AVR kembali pada mode V-Controller.

Pada mode Q atu PF controller, nilai Q atau PF dapat dijadikan setpoint baik dari lokal HMI atau control room. Nilai setpoint akan dikalkulasi menjadi setpoint tegangan. Setelah setpoint ditransformsikan dalam bentuk setpoint tegangan, maka perjalanan sinyal pada ketiga sub-ode controller  akan sama. Beberapa limiter dan kompensator akan bekerja agar saat terjadi manuver setpoint, maka sistem akan tetap bekerja pada nilai yang aman.

Keberadaan PSS (Power System Stabilizer) pada AVR adalah sebuah opsi. Penerapan modul ini sebetulnya akan meningkatkan stabilitas pada saat terjadi gangguan. Namun, tuning PSS sangatlah sulit. Harus dilakukan perhitungan yang rumit serta studi terhadap behaviour  dari sistem daya. Tuning  PSS yang tidak tepat akan membuat actual value  menjadi tidak bisa konstan karena AVR menjadi sangat reaktif.

Penutup
9 chapter telah diterbitkan untuk memberikan sedikit penjelasan mengenai sistem eksitasi dan pengontrolannya. Detail dari sebuah AVR sangat bergantung pada pabrikan, namun secara garis besar memiliki varian dasar yang hampir sama. Semoga bisa membantu.



Referensi:
-   Geoff Klempner & Isidor Kerszenbaum. Operation and Maintenance of Large Turbo-Generators. 2004.
-   IEEE Std 421.1-1986 - IEEE Standard Definitions for Excitation Systems for Synchronous Machines
-   IEEE Std 421.1-2007 - IEEE Standard Definitions for Excitation Systems for Synchronous Machines
-   Jan Machowski, Janusz W. Bialek, James R. Bumby. Power System Dynamis: Stability and Control. 2008.
-   Siemens. Thyrisiem D Generator Voltage Controller in Redundant Design. 1996.
-   Siemens. Thyrisiem DD The Digital Voltage Regulator for Large Generators with Brushless Exciters. 2004.
-   Siemens. SPPA-E3000 Thyrisiem Plus. 2013.
-   Stephen J. Chapman. Electric Machinery Fundamentals. Fourth Edition.

Malang, 31 Oct 2015 12:17.

Saturday 10 October 2015

Sistem Eksitasi Generator Sinkron – Part VIII



Sebagaimana telah dibahas dalam chapter 1, untuk menjalankan fungsi-fungsinya, maka AVR memiliki beberapa modul yang melakukan serangkaian aksi kontrol. Kompleksnya tugas sebuah AVR dapat diringkas menjadi satu buah tujuan yaitu menghasilkan firing pulse untuk mengatur arus eksitasi. Secara sederhana, metode operasional sebuah AVR akan dijelaskan dalam chapter  ini.

Metode Operasional AVR
Simplifikasi dari sebuah metode opersional AVR ditunjukkan oleh gambar 18. Serangkaia input analog dan digital diolah oleh modul-modul di dalam AVR untuk mengasilkan sebuah sinyal kontrol yang akan digunakan untuk menentukan arus eksitasi, disebut Firing Pulse. Measuring Action  pada gambar 18 ditunjukkan oleh blok-lok berwarna merah. Sedangkan blok-blok berwarna biru menunjukkan Limitation Action. Untuk memahami pembentukan firing pulse, maka beberapa terminologi dalam mode operasional berikut harus dikenali.
 
Gambar 18. Diagram Metode Operasional AVR
- Local VS Remote:
Adalah terminologi yang digunakan untuk menunjukkan dari mana AVR mendapat perintah. Digunaka terminologi local apabila penentuan setpoint dilakukan di panel lokal dengan menggunakan mimic atau HMI (human machine interface). Sedangkan terminologi remote digunakan apabila pembentukan setpoint dilkukan dari jarak jauh (misal dari control room) sehingga membentukan perangkat komunikasi. Berikut terminologi-terminologi yang memiliki arti sepadan:
Local          = Local ON              = Remote OFF
Remote       = Remote ON          = Local OFF

- Manual VS Automatic (Auto):
Manual adalah terminologi yang digunakan pada sistem AVR untuk menunjukkan bahwa nilai arus eksitasi diset secara langsung, baik itu secara local maupun remote sehingga akan dikenal Manual-Local dan Manual-Remote. Dalam mode manual, setpoint-nya adalah arus eksitasi dan yang perlu diperhatikan bahwa fungsi limiter yang bekerja hanya Field/Excitation Current Limiter. Dengan demikian, batasan-batasan lain harus diperhatikan agar tidak melebihi nilai yang diizinkan. Oleh karena itu, mode manual jarang sekali diterapkan; kecuali untuk keperluan commissioning. Pada gambar 18, kinerja manual mode ditunjukkan oleh blok dan jalur berwarna ungu.
Mode automatic (Auto) adalah mode yang paling populer karena semua limitasi akan bekerja otomatis sehinggan dipandang aman dan reliable. Nilai setpoint dapat diberikan secara local  maupun remote, sehingga dikenal pula istilah AUTO-Local dan AUTO-Remote. Setpoint pada metode ini dapat berupa tegangan (U), daya reaktif (Q), atau power factor (pf). Dengan demikian, pada mode AUTO, dikenal 3 buah metode operasi yaitu:
-Voltage Controller (V Controller)    
- Reactive Power Controller (Q Controller)
-Power Factor Controller (PF Controller)
Ketiga motede operasional ini sangatlah populer. Pembahasannya akan dilakukan di chapter 9.

Malang, 10 Oct 2015 12.21