Karakteristik governor: Isochronous vs Speed droop
Isochronous
Governor:
Governor
dengan karakteristik Isochronous
berarti bekerja pada mode constant speed.
Secara skematik, mode ini ditunjukkan
oleh gambar 6 dan responnya ditunjukkan dalam gambar 7. Jika ada rotor speed (kecepatan rotor yang juga merepresentasikan frekuensi aktual) ωr berbeda dengan speed refference ω0, maka aka timbul error speed (speed deviation) sebesar Δωr. Sinyal error tersebut akan dikuatkan sebesar K dan diintegrasikan untuk menghasilkan sinyal kontrol ΔY; untuk nantinya digunakan untuk input aktuator sistem suplai fluida. Karena menggunakan integrator type controller, aksi pengontrolan akan selesai apabila sudah dicapai nilai steady state yang baru; atau dengan kata lain Δωr = 0. Mode ini hanya cocok digunakan dalam kasus single generator, lebih lanjut baca
Link.
Pada gambar 7, dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika beban listrik (Pe) mengalami kenaikan, maka frekuensi sistem akan turun; dimana hal ini akan terlihat jelas pada penurunan rotor speed ωr. Dengan adanya sinyal error Δωr, maka suplai fluida kerja akan dinaikkan sehingga daya mekanik (Pm) naik. Penambahan daya mekanik akan menurunkan laju deselerasi dan mengembalikan rotor speed ke nilai awalnya ω0.
Speed Droop:
Karakteristik
ini digunakan untuk mengatasi kelemahan mode isochronous, sehingga mode ini sangat aplikatif di sistem grid.
Skema pengontrolannya ditunjukkan dalam gambar 8. Skema ini hampir mirip dengan
pengontrolan Isochronous dengan
penambahan proportional gain 1/R.
Gambar 9 menunjukkan respon dari mode speed
droop. Tidak seperti Isochronous,
speed droop memiliki error steady state. Untuk mengembalikan
frekuensi ke nilai nominalnya, maka diperlukan step tambahan. Hal ini akan
dibahas dalam bagian 5.
Droop:
Droop
didefinisikan sebagai prosentase deviasi kecepatan atau deviasi frekuensi
terhadap perubahan posisi control valve
atau daya keluaran.
Droop
5% berarti:
Jika
terjadi deviasi frekuensi sebesar 5%, maka akan terjadi perubahan daya keluaran
sebesar 100%.
Karakteristik
regulasi frekuensi dalam sistem daya:
Sebagaimana
diketahui, apabila sistem daya berada pada kondisi steady state dan kemudian terjadi perubahan beban, misal penambahan
beban; maka akan terjadi deviasi frekuensi yang dalam ini penurunan frekuensi
sistem. Besarnya deviasi ini tentu saja ditentukan oleh besarnya perubahan
beban dan juga variable-variabel dalam sistem daya tersebut. Dalam konteks ini,
variable-variabel ersebut berfungsi untuk ‘memperkecil’ besarnya deviasi
frekuensi; secara kasar dapat disebut sebagai variable damping, yaitu terdiri
dari inersia sistem pembangkit M dan damping factor beban D. Semakin besar
inersia dan damping factor, untuk perubahan beban yang sama; maka deviasi
frekuensinya semakin kecil. Dalam sistem yang luas, keadaan ini ditunjukkan
pada gambar 10.
Di
sisi lain, karakteristik power/frequency
pada keseluruhan sistem bergantung pada nilai speed-droop dari tiap unit
pembangkit dan damping factor pada
beban D; hal ini dituliskan secara sistematis pada persamaan di bawah. Hal ini
menjelaskan rangkaian kejadian sebagai berikut
- suatu sistem yang terdiri dari n buah pembangkit; dengan nominal daya dan speed-droop yang berbeda
- damping factor beban secara keseluruhan sebesar D
- sistem mengalami perubahan beban sebesar ΔPL
- maka deviasi frekuensinya sebesar Δfss
Dari
persamaan di atas, muncul istilah baru yang disebut dengan composite frequency response characteristic atau yang lebih dikenal
dengan stiffness β, dengan satuan
MW/Hz.
Adalah istilah paling umum untuk menyatakan berapa perunahan MW yang
dibutuhkan untuk mengubah frekuensi sebesar 1 Hz. Jika suatu sistem 50Hz
memiliki stiffness sebesar 400MW/Hz;
jika beban turun sebesar 400MW, maka frekuensi sistem akan naik menjadi 51Hz.
To be continued to part V
Malang, Nov 2nd 2014 12:56