Respon Dinamis pada Frequency Control
Jika terjadi gangguan ketidakseimbangan frekuensi (frequency imbalance), misal trip nya
suatu pembangkit, maka respon dinamis suatu sistem dibagi menjadi 4 stages, yaitu:
·
Stage I : Rotor swing pada generator
·
Stage II : Frequency drop
·
Stage III : Primary control oleh turbine governing
system
·
Stage IV : Secondary control oleh central regulator
Stage I : Rotor swing pada generator
-
Suatu sistem daya ekuivalen dengan daya Ps
dan impedansi Xs, terkoneksi dengan 2 pembangkit identik sebagaimana
ditunjukkan dalam gambar 18a; parameter pembangkit 1 dan pembangkit 2 adalah
sama sehingga secara elektrik bisa diekuivalenkan dalam gambar 18b.
-
Kondisi di atas direpresentasikan secara grafik dalam
gambar 19, yaitu daya mekanik total kedua pembangkit sebesar Pm- dan
kaakteristik daya P-(δ’). Pada kondisi ini, sistem bekerja steady state pada
titik 1.
-
Tiba-tiba terjadi gangguan yang mengakibatkan pembangkit
2 mengalami trip, sehingga daya mekanik total berubah menjadi Pm+
dan karakteristik daya menjadi P+(δ’) dengan perpotongan karakteristik di titik 4.
Hilangnya daya ditunjukkan sebesar ΔP0.
-
Sudut rotor δ tidak dapat berubah seketika, menyebabkan generator 1
bekerja di titik 2. Luasan 2-2’-4 merepresentasikan deselerasi daya, yang
membuat kecepatan turbin pada pembangkit daya 1 turun.
-
Adanya momentum menyebabkan pergerakan sudut rotor δ
berhenti di titik 3. Luasan 4-3-3’ adalah sama dengan luasan 2-2’-4.
-
Adanya damping pada pembangkit 1 menyebabkan rotor
bekerja steady state di posisi 4
-
Kondisi akselerasi-deselerasi rotor karena tripnya pembangkit
lain dalam bahasan di atas disebut rotor
swing, terjadi dalam order yang sangat singkat. Deviasi besaran sudut rotor
dan daya ditunjukkan dalam gambar 20.
Stage II : Frequency drop
-
Kondisi pada gambar 20 menyebabkan deselerasi
kecepatan rotor di semua pembangkit, dikenal sebagai frequency drop
-
Gambar 21 menunjukkan sebuah contoh sistem daya dengan
3 pemangkit, dimana pembangkit 2 mengalami trip. Pembangkit 1 mengalami rotor swing, dan pada suatu saat
pembangkit 1 dan 3 mengalami frequency
drop.
Stage III : Primary Control
Stage III pada kasus ini menjelaskan bagaimana respon
pembangkit dan beban terhadap tripnya sebuah pembangkit. Kondisi tripnya sebuah
pembangkit dan akibatnya terhadap sistem ditunjukkan dalam bidang (f,P) pada
gambar 22.
-
Pembangkit bekerja steady
state di titik 1
-
Tripnya sebuah pembangkit menyebabkan perubahan
karakteristik pembangkitan dari PT- ke PT+ dan daya beban
PL.
-
Saat sebuah pembangkit trip, pada kondisi yang
singkat, frekuensi sistem akan masih konstan namun titik operasi bergeser ke
titik 2
-
Sistem akan berusaha menuju titik kesetimbangan baru
yaitu titik III yang merupakan perpotongan karakteristik PT+ dan PL.
-
Untuk mencapai titik III tidaklah mudah, sistem harus
mengalami deviasi frekuensi sebagaimana dijelaskan pada stage I dan stage II.
-
Untuk mencapai titik III, karena kecepatan respon turbine governing system, maka titik
operasi harus melalui titik 1-2-3; di mana titik 3 merupakan titik
kesetimbangan antara daya pembangkitan dan daya beban. Dengan kata lain, titik
3 merupakan minimum lokal untuk grafik f(t).
-
Aksi turbine
governing system mulai daat dirasakan dengan bergeraknya titik operasi dari
titik asal 3 ke tujuan yaitu titik III. Namun karena inersia sistem mekanik,
maka terjadi kelebihan suplai daya pembangkitan yang menyebabkan sistem bekerja
di titik 4. Jadi, lokasi perjalanan sistem menjadi 1-2-3-4.
-
Kondisi ayunan ini akan berlangsung terus menerus
hingga dicapai titik steady state baru yaitu posisi III.
-
Trayektori posisi menjadi fungsi daya dan frekuensi
terhadap waktu ditunjukkan pada gambar 22 b dan c.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada stage III adalah:
-
Ketersediaan spinning
reserve
-
Jika ketersediaan spinning
reserve maka akan menimbulkan frequency collapse
-
Untuk menghindari dampak buruk frequency collapse maka diterapkan UFL underfrequency load shedding.
Stage IV : Secondary control
-
Sebagaimana disebutkan dalam stage III, sistem berada di kondisi steady state di titik III; namun titik operasi nominal adalah titik
IV (atau titik 1).
-
Untuk mencapai titik 1, maka frequency control akan mengaktifkan Secondary Control (AGC), berdasarkan simpangan frekuensi ΔfIII.
-
Meskipun deviasi frekuensi ΔfIII cukup
kecil, namun central regulator akan
melakukan manuver dalam tempo yang cukup lama. Pemotongan trayektori P dan f
pada gambar 23 merepresentasikan waktu yang cukup lama untuk memindahkan titik
operasi dari III menjadi IV (1).
-
Kondisi dinamis di stage
IV sebetulnya sangat tergantung pada karakteristik setting AGC yang
dilakukan central regulator. AGC
biasanya menggunakan PI (proportional-integral) controller.
-
Integral
time pada I controller
dan koefisien pada P controller harus
dipilih secara cermat agar dihasilkan aksi pengontrolan yang halus. Biasanya,
pada permulaan pengontrolan digunakan integral
time yang pendek agar dihasilkan
aksi pengontrolan yang cepat. Namun hal ini harus dikompensasi dengan
menurunkan koefisien pada P controller.
-
Pemilihan Integral
time dan koefisien pada PI controller
yang tidak tepat akan menyebabkan overdamping,
yang berarti sistem akan berosilasi. Hal ini ditunjukkan pada gambar 24.
-
Sistem kembali
pada titik operasi sebagaimana semula setelah melalui 1-2-3-4-III-IV(1).
Demikian uraian untuk topik Frequency Control. Semoga bermanfaat. Aamiin.
Malang, 25 Jan 2015 15.01.
Reff:
- Power System Dynamic: Stability and Control. Second Edition. Jan Macowski, Janusz W. Bialek, James R. Bumby. John Wiley & Sons. 2008.
- Power System Stability and Control. P. Kundur. McGraw Hill.
- Pengaturan Operasi Sistem. Hendrawan S. P3B Kantor Induk. 2013
No comments:
Post a Comment