Foreword
Pada dasarnya,
hampir semua jenis failure mode dapat dikendalikan dengaan tujuan membatasi
kerusakan dan juga meningkatkan keandalan sebuah peralatan, baik itu peralaatan
mekanik maupun elektrik melalui pengoptimalan desain peralatan. Namun, tentu
saja hal ini memiliki keterbatasan dikarenakan gangguan dapat bersifat sangat
ekstrim sehingga pengoptimalan sisi desain (untuk sistem elektrik dapat berupa
desain sistem isolasi) sulit untuk dilakukan karena secara ekonomis menjadi
sangat tidak layak. Solusi praktis dalam mengatasi keterbatasan sisi desain
dalam mengatasi segala jenis kemungkinan kondisi gangguan adalah implementasi sistem
proteksi; suatu sistem yang berfungsi untuk mendeteksi gangguan dan melakukan
aksi.
Tipe Dasar Sistem Proteksi
Berdasarkan
aksinya, terdapat dua tipe dasar sistem proteksi yaitu:
1. Reactionary Device
Tipe pertama berfungsi
untuk mendeteksi gangguan spesifik di dalam suatu sistem dan melakukan aksi
untuk menghilangkan gangguan tersebut. Hal ini berguna untuk menghindari
kerusakan yang lebih luas dan parah. Dengan demikian, metode yang sering
diaplikasikan adalah mengisolasi sub-sistem yang terganggu sehingga sub-sistem
yang masih sehat dapat bekerja sebagaimana mestinya. Kinerjanya secara
sederhana ditunjukkan dalam gambar 1.
Suatu sistem
dikatakan dalam kondisi normal (normal
state) apabila setiap peralatan bekerja dalam batasan desain operasinya.
Jika terjadi suatu gangguan (misalkan short
circuit), maka sistem dikatakan berada dalam kondisi tidak normal (abnormal state). Abnormal state mengindikasikan efek yang lebih buruk apabila gangguan
yang terjadi tidak segera diatasi.
Dalam
kenyataannya, abnormal state dapat
berupa kondisi transien yang akan hilang dengan sendirinya; namun jika abnormal state bersifat non-transien,
maka harus dilakukan suatu langkah aksi (action
state), melepas sub-sistem yang terganggu dari sistem utama.
Setelah sub-sistem
yang terganggu dipisahkan, maka masuk ke dalam kondisi outage state. Dikarenkan kondisi tersebut bukanlah kondisi ideal,
maka harus dilakukan manuver seperti melakukan inspeksi terhadap sistem yang
terganggu, intervensi dari sub-sistem lain atau beberapa langkah lanjutan.
Kondisi ini disebut sebagai restortive
state yang berfungsi mengembalikan kondisi sistem seperti semula, yaitu
kondisi normal state.
2. Safeguard
Device
Tipe kedua
berfungsi untuk mendeteksi gangguan di dalam suatu sistem dan melakukan aksi
untuk mengubah kondisi tersebut ke kondisi baru yang lebih aman. Apabila aksi
yang dilakukan tidak memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan, maka safeguard device yang lain bertugas
untuk mematikan peralatan agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Namun
hal tersebut harus didesain secara tepat, karena di satu sisi keamanan suatu peralatan
harus benar-benar dijaga sedangkan keandalan peralatan juga tidak boleh
diabaikan.
Sebagai contoh, Safeguard Device diaplikasikan dalam
suatu sistem yang memonitor adanya ketidakseimbangan antara beban dan frekuensi
dalam sistem grid. Apabila suatu sistem grid kehilangan sejumlah pembangkit, maka
frekuensi grid akan turun hingga di luar batas toleransi. Dalam kondisi
tersebut, Safeguard Device harus melakukan manuver yang disebut Frequency Control, misalkan salah
satunya adalah memerintahkan unit pembangkit lain untuk menambah suplai daya.
Apabila manuver tersebut tidak berhasil, Safeguard
Device yang lain akan memerintahkan sebagian beban untuk dilepas dari grid
agar frekuensi kembali ke nilai toleransi.
Faktanya, kedua
tipe sistem proteksi tersebut seringkali diaplikasikan secara bersamaan untuk
mendapatkan aspek keandalan dan keamanan dari peralatan yang sedang beroperasi.
Start | Part 2
Paiton, 4 Dec
2018 20.21
No comments:
Post a Comment