Tuesday 4 December 2018

Dasar Sistem Proteksi – Part I


Foreword
Pada dasarnya, hampir semua jenis failure mode  dapat dikendalikan dengaan tujuan membatasi kerusakan dan juga meningkatkan keandalan sebuah peralatan, baik itu peralaatan mekanik maupun elektrik melalui pengoptimalan desain peralatan. Namun, tentu saja hal ini memiliki keterbatasan dikarenakan gangguan dapat bersifat sangat ekstrim sehingga pengoptimalan sisi desain (untuk sistem elektrik dapat berupa desain sistem isolasi) sulit untuk dilakukan karena secara ekonomis menjadi sangat tidak layak. Solusi praktis dalam mengatasi keterbatasan sisi desain dalam mengatasi segala jenis kemungkinan kondisi gangguan adalah implementasi sistem proteksi; suatu sistem yang berfungsi untuk mendeteksi gangguan dan melakukan aksi.

Tipe Dasar Sistem Proteksi
Berdasarkan aksinya, terdapat dua tipe dasar sistem proteksi yaitu:
1. Reactionary Device
Tipe pertama berfungsi untuk mendeteksi gangguan spesifik di dalam suatu sistem dan melakukan aksi untuk menghilangkan gangguan tersebut. Hal ini berguna untuk menghindari kerusakan yang lebih luas dan parah. Dengan demikian, metode yang sering diaplikasikan adalah mengisolasi sub-sistem yang terganggu sehingga sub-sistem yang masih sehat dapat bekerja sebagaimana mestinya. Kinerjanya secara sederhana ditunjukkan dalam gambar 1.
Gambar 1. Diagram Kerja Reactionary Device

Suatu sistem dikatakan dalam kondisi normal (normal state) apabila setiap peralatan bekerja dalam batasan desain operasinya. Jika terjadi suatu gangguan (misalkan short circuit), maka sistem dikatakan berada dalam kondisi tidak normal (abnormal state). Abnormal state mengindikasikan efek yang lebih buruk apabila gangguan yang terjadi tidak segera diatasi.

Dalam kenyataannya, abnormal state dapat berupa kondisi transien yang akan hilang dengan sendirinya; namun jika abnormal state bersifat non-transien, maka harus dilakukan suatu langkah aksi (action state), melepas sub-sistem yang terganggu dari sistem utama.

Setelah sub-sistem yang terganggu dipisahkan, maka masuk ke dalam kondisi outage state. Dikarenkan kondisi tersebut bukanlah kondisi ideal, maka harus dilakukan manuver seperti melakukan inspeksi terhadap sistem yang terganggu, intervensi dari sub-sistem lain atau beberapa langkah lanjutan. Kondisi ini disebut sebagai restortive state yang berfungsi mengembalikan kondisi sistem seperti semula, yaitu kondisi normal state.

2.  Safeguard Device
Tipe kedua berfungsi untuk mendeteksi gangguan di dalam suatu sistem dan melakukan aksi untuk mengubah kondisi tersebut ke kondisi baru yang lebih aman. Apabila aksi yang dilakukan tidak memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan, maka safeguard device yang lain bertugas untuk mematikan peralatan agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Namun hal tersebut harus didesain secara tepat, karena di satu sisi keamanan suatu peralatan harus benar-benar dijaga sedangkan keandalan peralatan juga tidak boleh diabaikan.

Sebagai contoh, Safeguard Device diaplikasikan dalam suatu sistem yang memonitor adanya ketidakseimbangan antara beban dan frekuensi dalam sistem grid. Apabila suatu sistem grid kehilangan sejumlah pembangkit, maka frekuensi grid akan turun hingga di luar batas toleransi. Dalam kondisi tersebut, Safeguard Device  harus melakukan manuver yang disebut Frequency Control, misalkan salah satunya adalah memerintahkan unit pembangkit lain untuk menambah suplai daya. Apabila manuver tersebut tidak berhasil, Safeguard Device yang lain akan memerintahkan sebagian beban untuk dilepas dari grid agar frekuensi kembali ke nilai toleransi.

Faktanya, kedua tipe sistem proteksi tersebut seringkali diaplikasikan secara bersamaan untuk mendapatkan aspek keandalan dan keamanan dari peralatan yang sedang beroperasi.

Start | Part 2

Paiton, 4 Dec 2018 20.21

No comments:

Post a Comment